WahanaNews-Deliserdang | Ribuan umat Muslim Kota Lubuk Pakam dan sekitarnya mengikuti salat Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli serdang di Lapangan Tengku Raja Muda, Lubuk Pakam, Sabtu (22/4/2023), sekira pukul 07.00 WIB.
"Hari ini, kita telah memasuki 1 Syawal 1444 Hijriyah, telah menyelenggarakan salat Idul Fitri. Setelah melewati satu bulan penuh (Ramadan) dimana kita berusaha meningkatkan ibadah dan berusaha mengendalikan diri dari hawa nafsu, mudah-mudahan memasuki 1 syawal dan menghadapi hari-hari esok, kita sudah menjadi hamba Allah yang lebih baik dan lebih siap. Tidak saja melaksanakan perintah-perintah agama secara hablum ninallah, tapi juga tidak meninggalkan perintah-perintah agama untuk senantiasa menjadi manusia yang berhablum minannas," jelas Bupati Deli Serdang, H Ashari Tambunan pada salat Idul Fitri.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
"Mari kita masuki masa-masa depan dengan niat dan semangat yang lebih baik untuk menjadi hamba Allah yang lebih mampu melaksanakan tugas kita sebagai khalifah dimuka bumi ini," harap Bupati.
Sebelumnya, pada khutbah Idul Fitri 1444 Hijriyah, Prof Dr H Katimin, MAg menyampaikan tentang memperkuat kepedulian sosial melalui keseimbangan beribadah.
"Hari ini, jutaan kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia melaksanakan salat Id. Mereka, kita semua menggemakan takbir, tahlil dan tahmid sebagai wujud syukur atas keberhasilan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Hari raya Idul Fitri adalah hari raya kemenangan kaum Muslimin yang berhasil mengendalikan hawa nafsunya selama satu bulan penuh. Fitri artinya suci. Maka Idul Fitri bermakna kembali kepada kesucian. Kaum muslimin menemukan kembali kesuciannya, kefitrahannya melalui bulan suci Ramadan, bulan pensucian dosa-dosa. Fitrah juga bermakna lurus yang dalam terminologi Al Wuran disebut hanif (lurus)," papar Prof Katimin.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Manusia fitrah, sebut Prof Katimin, adalah manusia yang kembali pada jati diri sesungguhnya, yaitu cenderung pada kebaikan dan kebenaran. Mewujudkan sifat-sifat jujur, terpuji terhadap sesama melalui amal saleh.
Sifat-sifat tersebutlah yang membuat manusia menjadi tenang. Sebaliknya, manusia yang banyak melakukan tindakan bertentangan dengan hati nurani, bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, batinnya tidak tenang.
Dengan demikian, Idul Fitri sesungguhnya adalah peristiwa sakral, syahdu, dan spiritual. Akan tetapi sebagian umat menjadikannya sebagai peristiwa meriah dan mewah. "Tentu saja kita boleh merayakannya dengan penuh meriah atau dengan penuh kegembiraan, asal tidak mengotori kesucian atau fitrah yang telah diperoleh itu," tegas Prof Katimin.
Momentum hari raya atau lebaran, sambung Prof Katimin, benar-benar sejalan dengan makna takwa dan pembebasan. Puasa yang dilakukan sebelumnya, sebenarnya adalah nama lain dari gerakan pembebasan fitrah manusia dari sederetan hawa nafsu. Idul Fitri adalah bebas dari kekuatan-kekuatan penyanderaan tersebut.
Hal lain yang penting untuk dilakukan sejak hari raya atau lebaran, selain tetap menjaga kesuciannya, umat Islam harus dapat meningkatkan solidaritas sosialnya. Puasa Ramadan sebagai bentuk pembebasan atau pembersihan dosa-dosa pada masa lalu hendaknya jangan diartikan secara sempit.
Puasa Ramadan juga harus diartikan sebagai pembebasan dari dosa-dosa berupa kekurangpedulian terhadap sesama. Bukankah keterbelakangan umat Islam dari berbagai aspeknya merupakan jenis dosa yang perlu segera diputihkan, sehingga setelah Idul Fitri kepedulian sosial menjadi fokus perhatian setiap pribadi-pribadi Muslim.
"Salah satu ciri orang yang bertakwa sebagaimana disebutkan Al-Quran, selain melaksanakan ibadah yang bersifat kesalehan individual (Hablum Minallah), juga melaksanakan ibadah bersifat kesalehan sosial (Hablum Minannas). Perintah ini didasarkan, iman senantiasa digandengkan dengan amal saleh (amanu wa’amilus shalihat). Perintah penegakan salat selalu dibarengi dengan perintah mengeluarkan zakat (aqimush-shalah wa atuz-zakah) yang di dalam Al-Quran disebut 82 kali," tutup Prof Katimin dalam ceramahnya. [rum]